Saturday, February 5, 2011

Pelarian Para Yahudi dan Kematian Hitler di Indonesia


Menonton film Escape From Sobibor atau pelarian dari sobibor yang pernah di tayangkan di salah satu TV Swasta memang sangat menarik dan menggugah rasa kemanusian terhadap penghilangan Ras Yahudi oleh Nazi Hitler di era perang dunia kedua. Kisah Pemberontakan di ladang pembantaian ini adalah bagian dari pelarian terbesar para yahudi di kamp kematian Nazi di Sobibor.


Para tahanan Nazi di Kamp sobibor ini merencanakan suatu pemberontakan dan pelarian massal dari kamp hingga puncaknya pada tanggal 14 Oktober 1943, para tahanan memberontak dan dengan diam-diam membunuh pengawal-pengawal Jerman dan Ukraina. Para pengawal tersebut menembaki tahanan dan mencegah mereka mencapai gerbang keluar utama sehingga mereka terpaksa berusaha melarikan diri lewat daerah ranjau. Sekitar 300 tahanan berhasil melarikan diri dan sekitar 100 tahanan ditangkap kembali dan kemudian ditembak mati. Setelah pemberontakan, Sobibor di tutup dan di bongkar Secara keseluruhan,


Lebih dari empat puluh orang berhasil keluar hidup-hidup dari Kamp kematian itu namun pelarian mereka itu bukan akhir dari kisah tersebut. Ketika perang masih berlanjut, mereka harus bersembunyi dan menemukan cara untuk bertahan hidup. dan kelak bisa bersaksi di pengadilan kejahatan perang, Salah satunya adalah Phillip Bialowitz, satu dari delapan korban hidup dari kamp kematian Nazi yang terkenal di Sobibor Polandia, di mana di perkirakan 250.000 yahudi tewas.




Phillip Bialowitz bukan seorang Profesional atau Pembicara Publik, dia adalah seorang mantan pelarian Sobibor namun dia berkeliling dunia dalam usia delapan puluhan untuk mendidik dunia tentang kejamnya penghapusan sebuah ras serta bertekad untuk menghentikan rasisme di dunia. dan baru-baru ini dia menerbitkan sebuah buku dengan judul “ Sebuah Janji di Sobibor




Pasca perang dunia kedua di akhiri dengan hancurnya Jerman di bawah pimpinan Nazi Hitler hingga terpecah menjadi dua bagian yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur. Namun pemisahan ini berakhir pada tanggal 3 Oktober 1990 dan menjadi hari nasional Jerman sekarang, ketika Jerman Timur secara resmi menyatukan diri dengan Jerman Barat. Reunifikasi Jerman memang telah berlangsung lama namun ada yang terlupakan dan tetap menjadi misteri adalah kematian dan keberadaan Hitler.



Diktator Jerman, Adolf Hitler di yakini tewas bunuh diri di sebuah bunker di Berlin pada 30 April 1945. Namun, fakta itu kini di pertanyakan kembali. Seperti di kutip dari halaman Daily Telegraph, Senin 28 September 2009, Program History Channel Documentary Amerika Serikat menyatakan tengkorak milik Hitler yang disimpan Rusia bukan milik pemimpin NAZI tersebut. tengkorak itu adalah milik perempuan berusia di bawah 40 tahun, bukan Hitler yang di nyatakan meninggal di usia 56 tahun. Penemuan ini, menguatkan kembali teori konspirasi bahwa Hitler tidak mati pada 1945. Dia diduga melarikan diri dan mati di usia tua. Sejumlah teori beredar soal di mana kematian Hitler. ada yang mengatakan Hitler meninggal di Argentina, Brazil, Amerika Selatan, bahkan Indonesia.



Berita kematian Hitler di Indonesia tentu mengagetkan Publik, apakah ini fakta atau hanya sebuah rumor sensasi untuk kepentingan pribadi patut dipertanyakan, benarkah Hitler melarikan diri dan menghabiskan masa tuanya di Indonesia. Rumor Hitler meninggal dunia di Indonesia berawal dari sebuat artikel di Harian Pikiran Rakyat pada tahun 1983. Penulisnya bernama dr Sosrohusodo, dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertugas di kapal yang di jadikan rumah sakit bernama “Hope” di Sumbawa Besar.



Sosrohusodo menceritakan pengalamannya bertemu dengan dokter tua asal Jerman bernama Poch di Pulau Sumbawa Besar tahun 1960. Poch adalah pimpinan sebuah rumah sakit terbesar di pulau tersebut. Sosro mengaku masih ingat beberapa percakapannya dengan Poch yang diduga adalah Hitler. Poch selalu memuji-muji Hitler. Dia juga mengatakan tak ada pembunuhan di Auschwitz, kamp konsentrasi yang diyakini sebagai lokasi pembantaian orang-orang Yahudi. “Saat saya bertanya soal kematian Hitler, dia mengatakan tak tahu. Sebab, saat itu situasi di Berlin dalam keadaan chaos. Semua orang berusaha menyelamatkan diri masing-masing,” kata Sosrohusodo, seperti dimuat laman Militariana.




Sikap Kontra terhadap pernyataan dan pengalaman dr Sosrohusodo yang konon katanya telah bertemu dengan Hitler mendapat tanggapan dari sejarawan asal Bima, bernama Muslimin yang menyatakan perlu adanya penyelidikan dan data yang jelas untuk mengungkap kebenaran cerita tersebut. “Di tahun 1960 an itu kan kondisi Pulau Sumbawa masih seperti hutan, jalannya saja masih setapak. Jadi kalau ada seorang yang mengendarai mobil kan sangat tidak mungkin,” ujar Muslimin. Selain itu, Muslimin juga berpendapat sangat berisiko bagi seorang pelarian politik seperti Hitler masuk wilayah Indonesia yang masih bergejolak meskipun dia menyamar sebagai relawan.



Kontroversi kematian Hitler memang menarik untuk di ulas, Pro dan Kontra mewarnai keberadaannya yang misterius, terutama tentang kematiannya termasuk tentang rumor kematiannya di Indonesia, hingga akhirnya terbitlah sebuah buku yang berjudul “HITLER MATI DI INDONESIA “ Rahasia yang terkuak, buku ini ditulis oleh Ir KGPH Soeryo Goeritno, Msc.

Agus Sutondo/kompas